KAMUS
ELEKTRONIK
Kamus menurut
Ahmad Abdul Ghafur Atthar adalah sebuah buku yang memuat sejumlah besar
kosakata yang disertai penjelasannya dan interpretasi makna dari kosakata
tersebut yang semua isinya disusun dengan sistematika tertentu, baik
berdasarkan urutan hijaiyah (alfabetis) atau tematik (berdasarkan makna).
Dari definisi di atas, diketahui,
pertama, bahwa kamus dimaknai “buku” sehingga kamus identik dengan buku versi
cetak (media konvensional). Kedua, dari aspek sistematika penyusunan entri
kosakata dalam kamus konvensional secara garis besar menunjukkan bahwa kamus
memiliki 2 sistem (kamus lafal dan kamus makna).
Kini, seiring dengan perkembangan
teknologi modern, kamus tidak hanya dalam bentuk buku, tapi juga bisa dalam
bentuk software, aplikasi atau file. Begitu juga sistem penyusunan kamus
elektronik tidak hanya 2 sistem, tapi bisa beraneka ragam tergantung fitur yang
didesain para pengembang (developer) software.
Istilah “Kamus Elektronik”
mungkin saja baru populer seiring munculnya term lain seperti: e-Learning,
e-Edukasi, e-Book, termasuk juga e-Dictionary. Dalam bahasa Indonesia, istilah
“E-Kamus” belum populer, meski dalam bahasa Inggris, term “e-Dictionary” telah
banyak disebut untuk menyebut kamus versi elektronik. Sedangkan dalam bahasa
Arab, term (المعجم الإلكتروني) telah dikenal
seiring dengan perkembangan produk teknologi modern yang merambah di dunia
pendidikan, baik berupa piranti keras (hardware) maupun piranti lunak (software).
Yang sering disalah pahami, bahwa
huruf “e” sering dimaknai internet. Boleh jadi, pemahaman ini terpengaruh
dengan lambang “e” dalam Internet Explorer (Browser milik Windows) yang sejak
begitu populer digunakan berselancar di jaringan internet. Padahal, huruf “e”
berarti elektronik atau perangkat keras yang operasionalisasinya harus juga
didukung software atau program tertentu.
Jadi, penambahan kata
“elekteronik” ini untuk membedakan antara kamus elekteronik yang berupa
software (piranti) dengan kamus versi cetak (konvensional) yang berupa buku
(piranti keras). Lalu, apa hakekat dari kamus elektronik dan bagaimana
bentuknya?
Kamus Elektronik (E-Kamus) adalah
kamus digital yang bentuknya berupa software atau aplikasi. “E-Kamus’ bisa
berbentuk software yang perlu diinstal dikomputer (berbasis komputer), atau
diletakkan di laman (halaman) website, atau beruapa aplikasi yang kini dapat
dioperasikan melalui perangkat mobile seperti ponsel, tablet, dan sebagainya.
Berdasarkan bentuknya, penulis
membagi kamus elektronik menjadi 3 bagian. Yaitu:
1- Software Kamus; yaitu kamus elektronik dalam
bentuk software yang harus diinstal terlebih dahulu di dalam perangkat komputer
yang memiliki OS (Operation System) yang kompatibel bisa menjalankan software
kamus tersebut. Namun, dalam perkembangan terakhir, software kamus ini banyak
yang dikembangkan bersifat portable (tanpa diinstal di dalam komputer), cukup
tersimpan di Flash Disk, misalnya. Di pasaran, software kamus ada yang gratis
(freeware), namun yang bagus adalah yang berbayar.
2- Kamus Website; yaitu kamus
elektronik berupa laman website yang untuk operasionalisasinya membutuhkan
koneksi internet.
3- Kamus Mobile; yaitu kamus elektronik yang
identik dengan ponsel pintar. Kini, operasi sistem ponsel sedang dikuasai
Google dengan Android-nya. Platform OS bernama Android telah mengkudeta OS
Symbian yang dulu populer bersama Nokia, produsen ponsel asal Finlandia.
Bahkan, Windows Mobile milik MS Windows atau IOS milik Apple belum mampu
menandingi Android. Oleh karena itu, di dalam buku ini, penulis lebih
menfokuskan kamus mobile yang mamakai sistem Android.
KAMUS ELEKTRONIK DAN E-LEARNING
Perkembangan teknologi di bidang
pendidikan telah memiliki ruang ilmu sendiri yang disebut “Teknologi
Pendidikan” (TEP). Terkait dengan TEP ini, lalu muncul e-Learning sebagai
metode pengembangan TEB dalam proses belajar-mengajar. e-Learning tidak hanya berhubungan
dengan internet, meski realitasnya koneksi internet di era globalisasi saat
ini. E-Learning sebenarnya suatu sistem atau konsep pendidikan yang
memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar.
E-Learning memiliki 4 karakter,
yaitu: (1) memanfaatkan jasa teknologi, (2) memanfaatkan keunggulan media
elektronik, (3) menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri, dan (4)
memanfatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil belajar dan hal-hal lain yang
terkait administrasi pendidikan yang itu semua dapat dilihat dalam piranti
lunak dan keras.
Kini, sistem e-Learning mulai
dikembangkan dan dipraktekkan di berbagai lembaga pendidikan. Di masa depan,
sangat mungkin e-Learning mampu menggeser model pendidikan konvensional. Hal
sama juga terjadi pada media dan sumber belajar, dari buku menjadi e-book, dari
kamus menjadi e-kamus, dari perpustakaan menjadi e-perpustakaan (e-library),
dari jurnal menjadi e-journal, dan seterusnya.
Pergeseran itu dikarena
perkembangan teknologi terus berkembang pesat dan manfaat e-Learning mulai
dirasakan. Ada 4 manfaat e-Learning, yaitu:
1- Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran
antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity)
2- Memungkinkan terjadinya interaksi
pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility)
3- Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang
luas (potential to reach a global audience)
4- Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan
materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities)
Dalam pembelajaran bahasa Arab,
sistem e-Learning juga mulai diterapkan. Ada banyak website, baik produk dalam
maupun luar negeri yang menyediakan laman khusus untuk e-Learning Bahasa Arab.
Trend ini dipandang sebagai kemajuan teknologi dan peminatnya semakin
meningkat. Hal ini dibaca sebagai peluang oleh para pengembang software untuk
mendesain bahan ajar berbasis elektronik, salah satunya adalah kamus
elektronik.
STANDAR KAMUS ELEKTRONIK
Menurut Syihabuddin, kriteria kamus ideal ada 4 standar, yaitu:
lengkap, ringkas, cermat, mudah penjelasannya. Kelengkapan kamus mencakup
banyak hal, antara lain: adanya simbol sendiri untuk pelafalan kosakata,
definisi jelas dan mudah, penyajian kata dimulai dari kata dasar hingga
bentukan kata yang kompleks, penyajian ungkapan dan istilah dipilih yang
memiliki frekuensi pemakaiannya tinggi, ada informasi kebudayaan dan peradaban.
Dalam standarisasi kamus, yang
terpenting, semua fungsi kamus terpenuhi, yaitu menjelaskan (1) makna kata atau
syarah ma’na, (2) cara pelafalan kata atau bayan nutq, (3) huruf hijaiyah atau
bayan hija’, (4) akar kata atau ta’shil isytiqaqi, (5) informasi morfologis dan
sintaksis, (6) informasi penggunaan kata atau isti’mal, (7) dan informasi lain
yang diperlukan terkait bahasa dan sebagainya.
Standarisasi yang dipakai untuk
mengevaluasi kamus versi cetak, beberapa poin yang terkait subtansi kamus, bisa
diterapkan untuk mengukur kamus elektronik. Namun sebenarnya, standar untuk
kamus elektronik bisa lebih banyak. Untuk melihat baik tidaknya software,
misalnya, ia kompatibel untuk semua sistem operasional gadget dari yang versi
lama hingga baru. Tampilan (interface) kamus elektronik diusahakan menarik,
mudah penggunaannya, lengkap fiturnya.
Berbincang tentang fitur sebuah
software, hampir setiap tahun selalu muncul inovasi baru terkait dengan
pesatntya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Misalnya, kamus
elektronik sudah terhubung dengan media sosial, hasil terjemahan bisa disimpan
dan dibagikan, kamus elektronik tidak hanya bilingual apalagi monolingual tapi
sudah multilingual. Dalam versi elektronik, kamus bisa dilengkapi fitur text to
speech dan sebaliknya sebagai ganti navite speaker.
Intinya, standar kamus elektronik
harus lengkap, cepat, mudah, praktis, menarik dan murah. Satu hal lagi, menurut
penulis, kelebihan kamus elektronik dibanding kamus konvensional. Yaitu,
kemudahan bagi pengembang untuk merevisi dan meng-update database kamus
elektronik sehingga isi, fitur dan performance kamus selalu baru sesuai dengan
perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat pengguna kamus elektronik.
Kemudahan merevisi kamus itu,
penulis rasa sulit diterapkan untuk kamus versi cetak. Sebab, untuk merevisi
dan menambah entri kata, tidak mudah. Perlu waktu dan juga biaya cetak. Lain
halnya dengan kamus elektronik, apalagi kamus berbasis website, proses update
data bisa dilakukan cepat dan relatif lebih murah. Oleh karena, jika ada kamus
elektronik “ketinggalan zaman”, maka kamus itu bisa dikatakan “ketinggalan
zaman” dan akan ditinggalkan oleh pengguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar